“Jika banyak dicela, anak akan terbiasa menyalahkan, jika banyak
dimusuhi, anak akan terbiasa menentang, jika terbiasa diolok-olok, anak akan
jadi pemalu, …………… jika diberi dorongan, anak akan terbiasa percaya diri ……..”
Ungkapan diatas seolah menginstruksikan sikap orang tua dan prilaku
anak, yang ditampilkan sebagaimana pohon yang baik akan dikenal lewat buahnya
yang baik. Demikian pula anak yang baik melambangkan orang tua yang baik. Perilaku
yang dimunculkan anak merupakan hasil pembelajaran anak dan lingkungan, baik
dirumah, sekolah maupun tempat bermain anak.
Dalam teori dasar psikologi behavior, manusia itu pada prinsipnya
mempelajari segala sesuatu melalui indera perasa, indera penglihat, dan indera
pendengar. Pengalaman inderawi tersebut akan mempengaruhi pola perilaku
seseorang. Hal ini berarti baik dan buruknya perilaku itu ditentukan oleh ragam
dan jenis pengalaman yang diterima oleh inderawi manusia tersebut. John Locke
menegaskan bahwa kefitrahan manusia diibaratkan seperti kertas putih.
Lingkunganlah yang akan memberikan warna pada kertas tersebut. Dengan demikian,
karakter anak akan dipengaruhi oleh warna lingkungan yang ada disekitarnya.
Lingkungan menjadi stimulus bagi pembentukan karakter dan kepribadian anak.
Lingkungan rumah merupakan lingkungan yang paling berpengaruh pada penanaman
nilai awal bagi anak dalam berprilaku.
Pendidikan karakter adalah proses pendidikan
yang menggali kemampuan pada orang lain dan lingkungan sekitarnya. Pendidikan
karakter sangat penting untuk pembentukan anak agar mereka menjadi manusia yang
berkepribadian kuat.
Sebaik dan sekuat apapun pengaruh lembaga pendidikan, baik formal
ataupun non formal, tidak akan menyamai pendidikan karakter yang dilakukan
dirumah. Rumah adalah arena sesungguhnya bagi proses pendidikan sekaligus
praktik pendidikan karakter anak.
Pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya sangat menentukan
keberhasilan pendidikan karakter anak. Kesalahan dalam pengasuhan anak akan
berakibat pada kegagalan dalam penbentukan karakter yang baik. Pola asuh
demokratis adalah sebuah pola yang kondusif dalam pendidikan karakter anak.
Orang tua yang demokratis lebih mendukung perkembangan anak terutama dalam
kemandirian dan tanggung jawab. Sementara, orang tua yang permisif
mengakibatkan anak kurang mampu dalam penyesuaian diri di luar rumah.
Selain pola asuh, keteladanan adalah faktor yang juga penting, karena
anak adalah sosok peniru yang sangat baik. Teladan apapun, baik positif ataupun
negatif akan menjadi faktor pembentuk kepribadian mereka. Sebagai contoh, orang
tua yang terbiasa melakukan hukuman fisik akan menyebabkan anak marah dan
frustasi. Adanya perasaan-perasaan menyakitkan akan mendorong tingkah laku
agresif pada anak. Dan yang paling buruk adalah tingkah laku agresif orang tua
menjadi teladan buruk bagi anak.
Pola asuh orang tua, baik yang menerima (acceptance) atau yang menolak (rejection)
akan mempengaruhi perkembangan emosi, perilaku, sosial-kognitif, dan kesehatan
fungsi psikologisnya ketika dewasa kelak.
Orang tua yang menerima adalah orang tua yang memberikan kasih sayang,
baik secara verbal (memberikan kata-kata cinta dan kasih sayang, kata-kata yang
membesarkan hati, dorongan, dan pujian), maupun secara fisik (memberi ciuman,
elusan dikepala, pelukan dan kontak mata). Sementara orang tua yang menolak
adalah orang tua yang memberikan perilaku agresif pada anak, baik secara verbal
(kata-kata kasar, sindiran negatif, bentakan, dan kata-kata lainnya yang dapat
mengecilkan hati), ataupun secara fisik (memukul, mencubit, atau menampar).
Sifat penolakan orang tua dapat juga berbentuk ketidakpedulian terhadap
kebutuhan anak baik fisik maupun mental, atau bersifat penolakan yang tidak
terlalu tergas terlihat, tetapi anak merasa tidak dicintai dan diterima oleh
orang tua, walaupun orang tua tidak merasa demikian.
Dengan memberi keteladanan yang positif anak akan berkembang sesuai
dengan fitrahnya sebagai manusia yang berbudi luhur. Orang tua yang tidak
pandai menghargai akan menciptakan pribadi yang rendah diri dan tidak nyaman
dengan lingkungannya.
Nilai-nilai yang telah ditanamkan orang tua terhadap anak di rumah
harus berlanjut di lingkungan yang lebih besar seperti lingkungan sekolah dan
masyarakat. Pola pendidikan yang kondusif akan memperkuat karakter anak, karena
anak akan mendapatkan suasana ideal dalam pembentukan karakternya.
Oleh : Dra. Hj. Retno Dewi
Utami, M. Pd
Ka. MTsN 13 Jakarta